BANDUNG, iNewsCimahi.id - Pemerhati Budaya Sunda dari Lembaga Adat Karatuan Padjadjaran, Rd., Ir. Roza Rahmadjasa Mintaredja, M.Ars., mengatakan bahwa nenek moyang Sunda sudah paham mitigasi gempa. Hal ini terlihat dari arsitektur masyarakat zaman dahulu.
“Kita bisa melihat bahwa jaman bihari nenek moyang kita sudah paham akan gempa dan sudah memitigasi terhadap gempa itu dengan bangunan-bangunan konstuksi arsitektur yang tahan gempa sampai 9 atau 10 skala richter,” kata Roza dalam Keurseus Budaya Sunda dengan materi “Arsitektur Sunda” secara daring, dan digelar Pusat Digitalisasi dan Pengembangan Budaya Sunda (PDPBS) Unpad ini dimoderatori Ketua PDPBS Unpad, Prof. Dr. Ganjar Kurnia, DEA. beberapa hari yang lalu, dari laman resmi Unpad.
Pada kesempatan tersebut, Roza menjelaskan bahwa bangunan nenek moyang biasanya berbahan batu, kayu, dan bambu. Salah satu kelebihan penggunaan bambu adalah memiliki daya lentur.
Penggunaan bambu tersebut didasarkan karena nenek moyang sudah mengerti akan mitigasi terhadap bencana gempa. Sebagai wilayah yang masuk kawasan zona cincin api (ring of fire) dengan jumlah 140 gunung berapi dan pertemuan antara lempeng Sunda dan lempeng Australia, wilayah ini rawan mengalami gempa vulkanik ataupun tektonik.
Editor : Okky Adiana