Kata Dan Satriana, dirinya masih mempertanyakan dasar pertimbangan dari penurunan prosentase jalur domisili, yang dulunya dikenal sebagai zonasi. Jika tahun sebelumnya 50% prosentase kuota diisi melalui jalur ini, pada tahun rencanany 30% saja yang disediakan untuk jalur domisili.
Konon alasannya selama siswa yang bersekolah di dekat rumahnya hanya berkisar 20-50% saja. Alasan tersebut memang patut dipertanyakan, karena seluruh kuota jalur sekolah nyatanya terisi penuh dan bahkan banyak pendaftar jalur ini yang tidak diterima.
Padahal lanjut Dan Satriana, jalur zonasi ini bertujuan untuk mendorong perubahan stigma masyarakat terhadap sekolah favorit yang hanya sebelumnya hanya diisi oleh murid berdasarkan prestasi saja.
"Kita harus mengakui, bahwa penurunan prosentase domisili yang diiringi peningkatan prosentase kuota jalur prestasi juga merupakan kegagalan pemerintah untuk memeratakan keberadaan dan kualitas pelayanan pendidikan. Tidak mengherankan jika kita juga gagal meyakinkan masyarakat, bahwa semua sekolah sudah memberikan pelayananan sesuai standar pendidikan nasional," tegas Dan Satriana.
Lanjut Dan Satriana, alasan peningkatan prosentase di jalur prestasi sebagai bentuk apresiasi terhadap prestasi perlu pertimbangan yang lebih matang.
Memasukkan mereka Sekolah negeri dan swasta yang pembelajarannya mengacu pada standar pendidikan nasional justru tidak akan mendukung peningkatan kecerdasan dan bakat mereka.
Sesuai dengan program presiden membentuk sekolah unggulan, apabila murid tersebut memang memiliki kecerdasan dan bakat khusus justru seharusnya oleh pemerintah disalurkan dan dibantu untuk bersekolah di beberapa sekolah swasta yang selama ini memang sudah mengembangkan metode pembelajaran unggulan dan fleksibel agar kecerdasan dan bakat mereka semakin terasah.
Apapun nanti sistem yang akan ditetapkan, SPMB perlu dilihat sebagai kewajiban pemerintah dalam memberikan pelayanan pendidikan, sehingga tidak boleh melanggar prinsip-prinsip pelayanan publik.
Pemerintah kata Dan Satriana, harus membentuk sistem yang memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi semua anak untuk mengakses pelayanan pendidikan dengan cara melibatkan sekolah swasta dan membantu pembiayaan pendidikan agar angka partisipasi pendidikan sampai pendidikan menengah semakin tinggi.
"Pemerintah juga harus mempertimbangkan kebijakan khusus dan proaktif bagi murid dari kelompok rentan, seperti anak-anak berkebutuhan khusus, anak dari keluarga ekonomi tidak mampu, anak di wilayah yang belum memiliki sekolah, anak yang terpaksa harus bekerja dengan cara menyalurkan dan membantu mereka bersekolah di sekolah terdekat maupun mendukung penyelenggaraan pendidikan pelayanan khusus dan pendidikan non formal," lanjut Dan Satriana.
Editor : Okky Adiana