Oleh karena itu, berharap Muhammadiyah terus berperan aktif dalam pembangunan Kabupaten Majalengka ke depannya. Ia berharap kontribusi Muhammadiyah semakin besar dalam mendukung kemajuan Majalengka karena peran seperti ini sangat dibutuhkan masyarakat.
Pada waktu yang sama, Ketua Lazismu Jawa Barat Chafid Sefriyadi menambahkan bahwa program Beasmu lahir sebagai respons terhadap dominasi beras non organik di Indonesia yang diproduksi dengan pupuk dan pestisida kimia. Chadid menjelaskan bahwa program ini bertujuan memberdayakan petani di Jawa Barat dan menyediakan beras sehat yang terjangkau.
Ia menjelaskan, meski beras non organik lebih produktif, dampaknya terhadap kesehatan dalam jangka panjang perlu diperhatikan. Sementara itu, beras organik masih sulit dijangkau oleh masyarakat karena harganya yang tinggi. Di sisi lain, kebergantungan petani pada pupuk dan pestisida kimia meningkatkan biaya produksi yang tidak sebanding dengan pendapatan mereka sehingga kesejahteraan petani masih memprihatinkan.
”Program Beasmu tidak hanya memberdayakan petani dan memproduksi beras sehat, tetapi mengedukasi petani mengenai zakat pertanian. Zakat ini diharapkan dapat membantu masyarakat yang kurang mampu dan meningkatkan manfaat hasil pertanian,” tambah Chafid.
Ia juga berharap program Beasmu mampu memenuhi kebutuhan beras sehat di Jawa Barat serta menjadi ikon beras sehat di Indonesia. Chafid juga berharap program ini dapat menekan biaya produksi dan meningkatkan hasil pertanian sehingga kesejahteraan petani meningkat.
Tambahan informasi, beas artinya beras dalam bahasa Sunda, sedangkan Mu itu artinya Muhammadiyah. Pelaksanaan program Beasmu di Majalengka didukung oleh kolaborasi antara MPM Jawa Barat dan Jamaah Tani Muhammadiyah (Jatam) Majalengka dengan sistem pertanian yang mengandalkan riset MPM dan Jatam Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Proses pertanian juga menggunakan mikrobakteri khusus bernama Jatam Pro dengan pendampingan dari Dewan Pakar MPM Syafie Latuconsina.
Editor : Okky Adiana