BANDUNG, iNewsCimahi.id - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti berencana menghidupkan kembali penjurusan IPA, IPS dan Bahasa di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA). Hal itu ditujukan untuk menunjang pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA).
Pengamat Pendidikan Jawa Barat Dan Satriana menilai, tentu dirinya perlu menunggu Kemendikdasmen menyampaikan rancangan kebijakan ini lebih lengkap, agar dapat memberikan masukan yang lebih sistematik terhadap rencana kebijakan tersebut.
Namun jika mencermati pernyataan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, bahwa rencana kebijakan tersebut untuk menunjang pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA).
"Maka perlu kita ingatkan agar Kemendikdasmen untuk mengkaji ulang dasar pertimbangan kebijakan tersebut karena pada dasarnya perubahan penjurusan tersebut perlu ditempatkan dalam kerangka pengembangan kurikulum secara keseluruhan. Tidak hanya dikaitkan dengan salah satu kegiatan belajar mengajar, yaitu TKA," papar Dan Satriana, Minggu (13/4/2025).
Menurut dia, mengkaitkan rencana menghidupkan jurusan dengan pelaksanaan TKA sama sekali tidak relevan. Selain TKIA hanya merupakan salah satu tahapan dalam kegiatan pembelajaran, kegiatan TKA yang menjadi salah satu pertimbangan dalam penerimaan murid atau mahasiswa baru ini sebaiknya dilakukan oleh sekolah atau universtitas yang akan menerima murid atau mahasiswa. Bukan oleh sekolah asal murid.
Perubahan jurusan di sekolah menengah sebaiknya kita cermati dalam kerangka yang lebih luas, yaitu pengembangan kurikulum.
"Untuk itu kita terlebih dahulu perlu memahami tujuan dan mengevaluasi pelaksanaan Kurikulum Merdeka yang sebelumnya menghapus penjurusan di sekolah menengah. Kita ingatkan, bahwa tujuan penghapusan jurusan tersebut adalah memberikan kesempatan murid untuk memilih mata pelajaran secara lebih leluasa sesuai minat, bakat, kemampuan dan aspirasi studi lanjut atau karir. Penghapusan jurusan juga diharapkan menghilangkan diskriminasi terhadap jurusan yang kurang diminati atau dipilih mayoritas murid," ucap Dan Satriana.
Jika memang pemerintah bermaksud menghidupkan kembali penjurusan di sekolah menengah, lanjut Dan Satriana, seharusnya didasarkan pada hasil evaluasi terhadap tujuan dan pelaksanaan kurikulum merdeka tersebut. Itupun sebaiknya dilakukan setelah Kurikulum Merdeka efektif dilaksanakan dalam kurun waktu yang cukup lama, agar hasil evaluasi nantinya memperoleh gambaran dan analisa yang lengkap dan tepat.
Perubahan kebijakan yang terburu-buru dan tanpa kajian mendalam dalam jangka pendek dikhawatirkan akan menguatkan persepsi masyarakat bahwa setiap pergantian Menteri Pendidikan selalu berdampak pada pergantian kurikulum. Namun dampak lebih jauh perlu kita pertimbangkan, agar perubahan kurikulum tidak mempengaruhi keberlanjutan upaya dalam mencapai tujuan Sistem Pendidikan Indonesia sebagaimana diamanahkan konstitusi dan undang-undang Sisdiknas yang berlaku.
Editor : Okky Adiana
Artikel Terkait