Febomena Brain di Indonesia: Mengapa Anak Muda Memilih Pergi?

Okky Adiana
Belakangan ini, muncul tren di media sosial dengan tagar *#KaburAjaDulu*, yang mencerminkan keresahan generasi muda Indonesia terhadap kondisi ekonomi dan kesempatan kerja di dalam negeri. (Foto: istimewa)

Oleh Deden Ramdan-Dosen Ilkom Fisip Unpas & Budiawan- Praktisi IT-Alumni ITB

BANDUNG, iNewsCimahi.id - Belakangan ini, muncul tren di media sosial dengan tagar *#KaburAjaDulu*, yang mencerminkan keresahan generasi muda Indonesia terhadap kondisi ekonomi dan kesempatan kerja di dalam negeri. 

 

Semakin banyak anak muda berbakat yang memilih untuk mencari peluang di luar negeri, karena merasa kehidupan di Indonesia tidak menawarkan kesejahteraan yang layak. 

 

Fenomena ini menimbulkan perdebatan: apakah nasionalisme masih relevan jika seseorang harus berjuang keras hanya untuk bertahan hidup? 

Mengapa banyak anak muda memilih pergi, dan apa solusi yang bisa ditawarkan bagi generasi muda Indonesia? 

 

Mengapa Banyak Anak Muda Memilih Pergi?

Pertama. Tekanan Ekonomi dan Beban Generasi Sandwich

 

Banyak generasi muda di Indonesia, terutama dari kelas menengah ke bawah, harus menghadapi beban finansial yang berat. Mereka tidak hanya bertanggung jawab atas diri sendiri tetapi juga harus membantu orang tua dan keluarga mereka. 

 

Seperti dalam kasus Fajar Zakri, seorang anak muda Indonesia yang merasa putus asa bertahan di Indonesia. Dengan bekerja di Amerika Serikat, ia mampu mengirimkan uang sebesar Rp20 juta per bulan kepada keluarganya di Indonesia—jumlah yang sulit dicapai jika ia tetap bekerja di dalam negeri. 

 

Fenomena ini dikenal sebagai *Generasi Sandwich*, di mana anak muda harus bekerja keras untuk membiayai generasi sebelumnya, sambil tetap mencukupi kebutuhan sendiri. Ketimpangan ekonomi di Indonesia membuat mereka merasa tidak memiliki pilihan lain selain mencari penghidupan di luar negeri. 

 

Kedua. Ketimpangan Upah dan Biaya Hidup

 

Kasus lain adalah Dini Adriani, yang sebelumnya bekerja sebagai pegawai pemerintah di Bandung tetapi merasa gajinya tidak cukup untuk hidup. Kini, ia menjadi guru di Thailand dengan gaji THB 21.000 (sekitar Rp10 juta), yang cukup untuk menghidupi dirinya sendiri dan mengirim uang kepada orang tuanya. 

 

Dari kasus ini, terlihat jelas bahwa upah di Indonesia tidak sebanding dengan biaya hidup. Banyak profesi yang dihargai rendah, membuat generasi muda kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. 

 

Ketiga. Kritik terhadap Kebijakan Pemerintah 

 

Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, dikritik karena dianggap tidak berhasil dalam mengelola sektor ekonomi tetapi tetap berbicara soal nasionalisme. Banyak orang mempertanyakan, Apa gunanya nasionalisme jika rakyat sendiri kesulitan mendapatkan kehidupan yang layak? 

 

Selain itu, ada juga perasaan bahwa bekerja di Indonesia hanya akan menjadikan mereka "sapi perah" tanpa kesejahteraan yang memadai. Ketimpangan sosial dan kurangnya dukungan bagi pekerja muda semakin memperkuat keinginan untuk pergi ke luar negeri. 

 

Apa Solusi bagi Generasi Muda Indonesia?

 

Meskipun fenomena ini menunjukkan adanya krisis kepercayaan terhadap prospek ekonomi di Indonesia, generasi muda masih bisa mengambil langkah-langkah strategis untuk menghadapi tantangan ini tanpa harus sepenuhnya bergantung pada pilihan bekerja di luar negeri. 

 

Pertama. Membangun Keterampilan yang Bernilai Global

 

Generasi muda perlu mengembangkan keterampilan yang bernilai tinggi di pasar global, seperti: 

 

• Teknologi dan digital skills (programming, data analysis, AI, cybersecurity) 

 

• Kewirausahaan dan bisnis digital 

 

• Kemampuan berbahasa asing untuk memperluas kesempatan kerja internasional 

 

Dengan keterampilan ini, anak muda Indonesia bisa bekerja secara remote untuk perusahaan luar negeri tanpa harus meninggalkan Indonesia, sehingga tetap bisa mendapatkan penghasilan yang lebih besar tanpa kehilangan akar budaya dan kebangsaan mereka. 

 

Kedua. Mengoptimalkan Peluang Ekonomi Digital

 

Dengan perkembangan teknologi, ada banyak peluang untuk mendapatkan penghasilan dari internet, seperti: 

 

• Freelancing (desain grafis, content writing, programming, dll.) 

 

• E-commerce dan bisnis online 

 

• Menjadi kreator digital (YouTuber, podcaster, influencer, dll.) 

 

Pekerjaan berbasis digital memungkinkan generasi muda lebih mandiri secara finansial tanpa harus bergantung pada gaji dari pekerjaan konvensional. 

 

Ketiga. Mendorong Reformasi Kebijakan Ekonomi

 

Generasi muda juga perlu lebih aktif dalam mendorong perubahan kebijakan di Indonesia. Beberapa langkah yang bisa dilakukan adalah: 

 

• Menyuarakan aspirasi melalui media sosial dan komunitas

 

• Mendukung pemimpin yang memiliki visi ekonomi yang lebih baik

 

• Berpartisipasi dalam diskusi publik dan organisasi yang berfokus pada perbaikan ekonomi

 

Jika semakin banyak anak muda yang terlibat dalam perubahan, maka peluang untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik di Indonesia akan semakin besar. 

 

KESIMPULAN

 

Fenomena brain drain di Indonesia bukan hanya sekadar masalah individu yang ingin mencari kehidupan lebih baik di luar negeri. Ini adalah refleksi dari kondisi ekonomi dan sosial yang membuat anak muda merasa tidak memiliki pilihan lain. 

 

Namun, meninggalkan negara bukan satu-satunya solusi. Dengan mengembangkan keterampilan, memanfaatkan peluang ekonomi digital, dan mendorong perubahan kebijakan, generasi muda masih bisa membangun masa depan yang lebih baik di dalam negeri. 

 

Nasionalisme bukan hanya soal bertahan di Indonesia, tetapi juga ,soal berkontribusi untuk memperbaiki kondisi negara yang kita cintai ini, di mana pun kita Wherever you are, Indonesia is our homeland 

Salam NKRI

Editor : Okky Adiana

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network