Pakar ITB Sampaikan Potensi Megathrust di Selat Sunda dan Mentawai dari Segi Penelitian

Okky Adiana
Kekhawatiran akan seismic gap di megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut semakin terasa sejak Jepang mengeluarkan peringatan tentang potensi gempa megathrust lanjutan usai gempa bermagnitudo 7,1 terjadi di megathrust Nankai, Jepang Selatan, (8/8/2024)

Ketiga, akumulasi regangan yang terjadi yang dapat diukur melalui pengamatan deformasi, termasuk pengamatan GPS yang dikelola oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) dan BRIN.

 

Dalam sesi dialog publik bersama Pakar Gempa ITB, Prof. Dr. Irwan Meilano, S.T., M.Sc., melalui siaran langsung Instagram bersama salah satu media, Selasa (13/8/2024), dikatakan bahwa ketiga kondisi tersebut telah terpenuhi di Mentawai. Sementara untuk Selat Sunda, hanya kondisi kedua dan ketiga yang terpenuhi. Kondisi pertama untuk Selat Sunda tidak terpenuhi. Artinya, bukti riset di Selat Sunda tidak selengkap Mentawai. Hal ini karena perbedaan geografis keduanya sehingga tidak mudah untuk melakukan riset di Selat Sunda daripada Mentawai.

 

Prof. Irwan menambahkan, data kegempaan di Selat Sunda tersebut tidak mengurangi potensi terjadinya gempa di megathrust Selat Sunda.

 

“Kalau kita bicara tentang potensi gempa di kedua lokasi tersebut, sama-sama besar,” ujarnya.

 

Prof. Irwan menganalogikan fenomena ini seperti menabung. Akumulasi energi yang ditabung ini pada akhirnya akan dilepaskan dalam bentuk gempa, sesuai dengan hukum alam. Akan tetapi, meskipun riset modern telah berkembang, hingga kini manusia masih belum dapat menentukan waktu yang pasti tentang kapan terjadinya gempa.

 

“Terdapat potensi yang besar untuk terjadi gempa di masa depan. Berdasarkan riset modern, kita memang belum dapat menentukan waktu yang pasti tersebut,” katanya.

 

Dia menekankan bahwasannya gempa bukanlah bencana, melainkan sebuah proses alami yang memang harus terjadi sesuai hukum alam. Menurutnya, bencana sebenarnya adalah kerusakan infrastruktur seperti bangunan yang roboh mulai dari sekolah hingga fasilitas kesehatan. Hal yang perlu dilakukan adalah memastikan bahwa ketika gempa terjadi, hal tersebut tidak berubah menjadi bencana.

 

Untuk menyikapi potensi gempa ini, beliau menyarankan untuk meningkatkan literasi masyarakat termasuk pemerintahan, baik melalui dialog publik hingga perbaikan cara penyampaian informasi kebencanaan dalam kurikulum pendidikan.

 

“Jadikan potensi bencana sebagai kesempatan kita untuk meningkatkan pengetahuan,” tuturnya.

 

Dengan demikian, keputusan yang diambil oleh masyarakat dan pemerintah akan lebih berdasar pada pemahaman terhadap kebencanaan.

Editor : Okky Adiana

Sebelumnya

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network