BANDUNG, iNewsCimahi.id - Beberapa hari ke belakang, civitas akademika perguruan tinggi di seluruh Indonesia sedang ramai membahas ucapan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, Nadiem Makariem, terkait ucapannya menghapus atau mengganti skripsi, tesis dan disertasi yang tidak wajib bagi mahasiswa yang sedang menjalankan tugas akhir.
Permendikbudristek dalam Merdeka Belajar, transformasi standar nasional dan akreditasi pendidikan tinggi disebutkan bahwa mahasiswa S1 atau D4 tidak lagi wajib dikenakan skripsi sebagai syarat kelulusan. Namun ada syaratnya, yakni prodi mahasiswa bersangkutan sudah menerapkan kurikulum berbasis proyek maupun bentuk lain yang sejenis.
Sementara mahasiswa yang belum menjalani kurikulum berbasis proyek, maka syarat lulus kuliahnya yaitu tugas akhir. Bentuk tugas akhir ini juga tidak harus berbentuk skripsi. Bentuk lainnya yaitu prototipe, proyek, maupun bentuk sejenis lainnya. Tugas akhir ini juga dapat dikerjakan secara individu maupun berkelompok.
Tidak hanya skripsi atau disertasi. Bukan berarti tidak bisa tesis atau disertasi, tetapi keputusan ini ada di masing-masing perguruan tinggi.
Melihat tersebut, Mahasiswa Program Doktor Ekonomi Universitas Katolik Parahyangan Pipin Sukandi mengatakan, tentu wacana tersebut membuat mahasiswa yang sedang menyusun tugas akhir ada yang menanggapi secara bahagia dan ada yang tidak senang. Bahagia karena sampai saat ini tugas akhir itu merupakan momok yang menakutkan bagi mahasiswa. Tetapi tidak sedikit yang tetap mengharapkan adanya tugas akhir karena tidak klop rasanya jika mahasiswa tingkat akhir tidak membuat skripsi.
"Sebenarnya jika kita telaah saran dari Mendikbudristek tersebut tidak ada yang salah, cuma karena sudah menjadi kebiasaan bahwa perguruan tinggi di akhir tingkat mahasiswa diwajibkan membuat tugas akhir maka seakan-akan ucapan Mas Menteri tersebut kaget," ujar Pipin yang juga Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Widyatama tersebut, Sabtu (2/9/2023).
Padahal, lanjut Pipin, esensi dari pembuat tugas akhir bagi mahasiswa tingkat akhir sebenarnya adalah perguruan tinggi akan memberikan bukti kelulusan yaitu ijazah jika mahasiswa tersebut benar-benar telah menguasai ilmu yang telah diberikan kampus dari semester awal sampai semester akhir yang dibuktikan dengan sidang akhir, jika menguasai akan dinyatakan lulus dan diberikan tanda bukti yaitu ijazah.
Hal ini dalam kaitannya program Merdeka Belajar Kampus Merdeka tentunya memberikan kebebasan kepada perguruan tinggi dengan tidak meninggalkan esensi dari tugas akhir tersebut. Sehingga tugas akhir bisa digantikan dengan proyek yang isinya tentu setara dengan jenjang pendidikan dari mahasiswa apakah skripsi, tesis atau disertasi.
Sebagai contoh saat ini beberapa perguruan tinggi yang mempunyai konsentrasi kewirausahaan maka tugas akhirnya dapat berupa proyek kewirausahaan dari mahasiswa tersebut. Silahkan diuji oleh dosen penguji mengenai usaha yang disampaikan oleh mahasiswa. Sehingga proyek akhirnya adalah benar-benar merealisasikan kewirausahaannya dalam bentuk nyata. Percuma saja jika hanya dilakukan tanya jawab seputar kewirausahaan karena yang baik adalah praktek dari mahasiswa yang mengambil tugas akhir kewirausahaan.
"Sehingga jika melihat kondisi saat ini saya rasa pengganti tugas akhir dengan proyek sudah relevan, asal kekhasan dari program studi tersebut ada sehingga proyek yang dihasilkan mahasiswa tingkat akhir tidak asal-asalan. Malah dengan demikian akan membawa dampak yang baik kepada masyarakat jika dibanding mahasiswa yang hanya jago teori," pungkas Pipin.
Editor : Okky Adiana
Artikel Terkait