BANDUNG, iNewsCimahi.id - Sebanyak 69 karya lukis dipamerkan di Galeri Pusat Kebudayaan Jalan Naripan No. 9 Bandung pada akhir tahun 2022 ini.
Ada hal yang berbeda dalam menampilkan karya seni lukisnya. Pihak GPK menampilkan karya seniman yang menekuni dunia seni lukis cukup luar biasa produktif, yakni Chriyshnanda Dwilaksana. Dia berprofesi sebagai seorang polisi aktif Jenderal bintang satu.
Tema yang dilukis saat pandemi adalah “mementomori”, peristiwa ini menurutnya adalah kisah yang dialaminya, yang membuatnya begitu trauma.
Tampak dalam karya-karyanya sangat terbaca tentang kematian yang disebabkan oleh Covid-19 ini. Pada karya-karyanya ini, Chryshnanda tidak bermaksud untuk menampilkan pesimisme, tapi mementomori merupakan refleksi diri tentang pentingnya mengingat kematian.
Tampak dalam karya-karyanya sangat terbaca tentang kematian yang disebabkan oleh Covid-19 ini. Pada karya-karyanya ini Chryshnanda tidak bermaksud untuk menampilkan pesimisme, tapi mementomori merupakan refleksi diri tentang pentingnya mengingat kematian.
Dalam tema karya periode mementomori ini, ia menyuguhkan visual tentang duka cita, tentang kepasrahan, tentang jiwa, tentang roh, tentang malaikat pencabut nyawa, tentang kemarahan, tentang doa, tentang mati, tentang kegelisahan, tentang optimisme, tentang nafsu keserakahan, tentang ikhtiar, tentang keyakinan, tentang keyakinan, tentang Tuhan, tentang iman, tentang balas budi, tentang kebimbangan, tentang percaya diri, dan sebagainya.
Lukisan bergaya ekspresionis, sapuan cat yang tegas, cipratan cat dan lelehan, menampilkan figur pucat, mata terpejam, sosok yang terlukis mirip figur perempuan seperti lukisan romantik zaman romawi.
"Setiap lukisan ada teks puisi yang menceritakan setiap judul karya walaupun teks tersebut tersamarkan beberapa bagian, teks tersebut sangat religius, hampir setiap lukisannya bernuansa merah. Lukisan ini mengingatkan suasana perang walaupun sebenarnya peristiwa covid-19 ini mirip perang dunia ketiga dalam bentuk berbeda dengan perang Dunia kesatu dan kedua," papar Kurator, Isa Perkasa, Senin (6/12/2022).
Menurut Isa, lukisan yang berjudul Mencari Jiwa, sosok malaikat maut mengambil ruh dari tubuh seorang pengidap Covid-19, jasadnya terkulai lemas, warna raut wajah pucat terpejam sedih, ruh dibawa terbang malaikat maut, goresan warna latar merah dengan figur putih bercampur, goresan garis kering dengan teks puisi samar mengisi ruang, tulisan pada lukisan makin menjelaskan makna judul karya tersebut, seperti yang tertulis malaikat maut seakan mencari jiwa, siapa berikutnya tidak ada yang tahu, sekuat apapun kita, semua bisa terkena gilirannya.
Selain itu, bahwa yang menarik juga pada lukisan yang berjudul “Harapan Ada Selama Ada Kemauan” figur-figur terpapar memenuhi ruang, mata terpejam, warna warni goresan cat mengisi bidang, diimbangi dengan teks mengelilingi ruang gambar dengan lelehan cat.
Lukisan pelecehan Drupadi, latar merah dengan objek figur putih bercampur warna lain, sosok Drupadi yang ditelanjangi oleh lelaki yang bernama Dursasana dalam kisah Barathayuda ini menarik pusat perhatian, teks warna yang samar mengisi bidang merah dengan kalimat yang cukup panjang, menumpuk dengan garis kering dari ujung batang kwas, gestur kedua sosok itu memberikan citra penindas dan yang ditindas sangat terasa, nafsu keserakahan membutakan logika, tidak lagi melihat manusia, apa saja dilakukan tak lagi bisa mengendalikan diri, lupa bahwa manusia memiliki akal budi.
Sosok figur yang dilukiskan semuanya hampir mirip, sosok perempuan terpejam. Dengan garis bibir dagu yang sama, seperti sketsa tapi menjadi utuh. Mengkolaborasikan teks dengan lukisan sangat membantu visual karya, apalagi karya-karya ekspresionis seperti ini, walaupun terkadang bisa mengganggu objek yang dilukis.
Goresan kwas yang membentuk figur-figur sangat spontan dan ekspresif, berbeda dengan karya sosok wajah merah yang berjudul “Aku Nesu” kemarahan terpendam yang membuat naik darah karena situasi covid-19 yang berkepanjangan saat itu. Karya ini cukup menarik sebagai pengalaman yang kolektif dirasakan semua orang pada saat itu, apalagi yang ikut terpapar dan menimpa keluarganya.
Karya-karya mementomori ini sangat religius, tampak dalam memvisualkannya seperti menghadirkan malaikat maut, teks puisi pada seluruh karya maknanya sangat jelas tentang religi, hampir menunjukan persoalan berserah diri kepada Tuhan. Karya-karya berjudul Bila Saatnya Tiba, Jiwa
Meninggalkan Raga, Raga Akan Mati, Namun Jiwa Akan Terus Abadi, juga karya Pergi Dijalan Jiwa, Raga Menjadi Onggokan Daging Semata, Mencari Yang Maha Kuasa.
Karya Pasrah akan dibawa kemana, kalau semua usaha sudah mentok, hanya satu kata saja “Pasrah”. Akan dibawa kemana semua diikuti saja. Hanya iman yang menyelamatkannya. Itulah cuplikan puisi yang ditulis dalam lukisan, dan masih banyak yang lain dari beberapa karya dimana seluruh lukisan itu tertulis puisi.
Isa mengatakan, bahwa saat situasi sudah dianggap normal karena pandemi sudah dianggap normal karena pandemi sudah bergeser menjadi endemi. Walaupun covid-19 belum hilang seratus persen dari negeri ini, Indonesia harus bangkit.
"Seni Rupa harus kembali tumbuh dan semarak, seniman kembali merdeka memamerkan karyanya, ekonomi seniman normal kembali. Kabarkan ke semua penjuru bumi, seni rupa Indonesia mulai terbebas dari keterpurukan akibat situasi covid-19, kembali lagi normal dan semangat," pungkas Isa.
Editor : Okky Adiana
Artikel Terkait