get app
inews
Aa Text
Read Next : INTI Group Garap Mega Proyek Kominfo, Targetkan Terbangun di 500 Lokasi pada 2029

Indonesia Bisa Raup Peluang dari Penerapan Trade Tariffs oleh AS

Jum'at, 11 April 2025 | 11:35 WIB
header img
Penerapan tarif dagang (trade tariffs) oleh Amerika Serikat terhadap sejumlah negara produsen besar seperti Tiongkok dan Vietnam membuka peluang baru bagi Indonesia. (Istimewa)

BANDUNG, iNewsCimahi.id - Penerapan tarif dagang (trade tariffs) oleh Amerika Serikat terhadap sejumlah negara produsen besar seperti Tiongkok dan Vietnam membuka peluang baru bagi Indonesia. Tarif impor produk dari Indonesia ke Amerika tidak sebesar negara-negara tersebut, sehingga menjadikan produk Indonesia relatif lebih murah dan kompetitif di pasar Amerika.

Hal ini disampaikan oleh Rektor Universitas Logistik dan Bisnis Internasional (ULBI), Prof. Dr. Nyoman Pujawan, M.Eng., CSCP, yang juga merupakan Guru Besar Supply Chain Engineering dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), dalam kuliah umum virtual bertajuk “US Trade Tariff and Its Implications on Global Supply Chain” pada Rabu, 10 April 2025 pukul 18.30 WIB. Acara ini diikuti oleh lebih dari 1.000 peserta yang bergabung melalui Zoom dan YouTube Live, menunjukkan tingginya antusiasme masyarakat terhadap isu perdagangan global yang sedang berkembang.

Kuliah umum ini terselenggara atas kerja sama antara ULBI dan Sekolah Interdisiplin Manajemen dan Teknologi ITS, sebagai bagian dari komitmen kedua institusi untuk memberikan wawasan strategis dan relevan bagi dunia pendidikan dan industri di tengah dinamika global yang semakin kompleks.

Dalam paparannya, Prof. Nyoman menjelaskan bahwa kebijakan tarif ini—jika benar-benar diberlakukan sesuai dengan angka-angka yang diumumkan pekan lalu—berpotensi mengubah konfigurasi rantai pasok global secara signifikan. Aktivitas produksi global bisa saja bergeser dari negara seperti Tiongkok menuju negara-negara dengan tarif lebih rendah, termasuk Indonesia, terutama dalam industri padat karya seperti garmen.

“Amerika Serikat hampir tidak mungkin memproduksi garmen sendiri karena biaya produksinya bisa tiga hingga empat kali lipat dibandingkan jika diproduksi di negara seperti Bangladesh, Tiongkok, Indonesia, atau Vietnam. Oleh karena itu, meskipun volume impornya mungkin menurun akibat harga jual yang meningkat, Amerika tetap harus mengimpor. Nah, di sinilah letak peluang bagi Indonesia. Dengan tarif yang dikenakan terhadap produk-produk Tiongkok yang sangat tinggi, produk garmen dari Indonesia bisa menjadi alternatif yang lebih murah dan menarik bagi pasar Amerika,” jelas Prof. Nyoman.

Ia menambahkan bahwa saat ini sangat tergantung pada kesiapan dan kejelian pemerintah serta para pelaku usaha di Indonesia untuk menangkap peluang ini dan menjadikannya momentum peningkatan ekspor serta daya saing industri nasional.

Menanggapi pertanyaan mengenai wacana penghapusan kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan penghilangan kuota impor, Prof. Nyoman menyatakan ketidaksetujuannya. “Kebijakan TKDN sangat penting untuk menjaga agar Indonesia tidak hanya menjadi pasar bagi produk asing, tetapi juga mampu mengembangkan kapasitas produksi dan inovasi dalam negeri. Tanpa TKDN, kita akan kehilangan insentif untuk membangun kemandirian industri,” tegasnya.

Kuliah umum ini juga diwarnai dengan sesi tanya jawab yang interaktif, di mana peserta dari kalangan mahasiswa, dosen, pelaku industri, hingga pemerhati kebijakan ekonomi turut mengajukan pertanyaan kritis. 

Kegiatan ini menjadi bukti bahwa diskursus akademik dapat berperan aktif dalam membentuk perspektif strategis terhadap kebijakan internasional, dan mendorong sinergi antara pendidikan tinggi dan dunia usaha dalam menyongsong tantangan dan peluang global.

Editor : Okky Adiana

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut