Forum Guru Besar dan FTSL ITB Bahas Kajian Teknik dan Lingkungan Giant Sea Wall

BANDUNG, iNewsCimahi.id - Forum Guru Besar (FGB) ITB bersama dengan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL) ITB menyelenggarakan focused group discussion (FGD) dengan topik “Kontribusi ITB dalam Kajian Teknik dan Lingkungan Giant Sea Wall” di Ruangan Alumni Sipil (ALSI) ITB Kampus Ganesha, Jumat (7/2/2025).
Kegiatan diskusi ini dibuka oleh Ketua FGB ITB, Prof. Ir. Mindriany Syafila, MS, Ph.D., dan diisi oleh tiga narasumber, yakni Prof. Ir. Dantje Kardana Natakusumah, M.Sc., Ph.D.; Prof. Ir. Andojo Wurjanto, Ph.D.; dan Prof. Ir. Erwan Kardena, Ph.D.
Pada sesi pertama, dosen dari Kelompok Keahlian (KK) Teknik Sumber Daya Air, Prof. Ir. Dantje Kardana Natakusumah, M.Sc., Ph.D., menjelaskan tentang National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) yang merupakan pembangunan sebuah tanggul raksasa di bagian utara dari Teluk Jakarta sebagai cara untuk melindungi ibu kota dari banjir.
Dia memaparkan terdapat tiga komponen Utama Proyek NCICD, antara lain:
1) Pembangunan Tanggul Pantai dan Tanggul Sungai, didanai oleh dana publik atau pemerintah.
2) Tanggul Laut Raksasa (Giant Sea Wall); dan
3) Waduk Pantai.
Meski begitu, dia mengemukakan terdapat beberapa masalah dalam Desain Waduk Pantai NCICD, seperti pembangunan Giant Sea Wall tidak akan menghentikan banjir dari sungai, pendekatan pengendalian banjir yang tidak konvensional dan tidak teruji, beban hidrolik berlebihan pada waduk pantai, serta replikasi desain yang gagal di Danau Shihwa, Korea Selatan.
“Giant Sea Wall tidak dapat menghentikan banjir yang berasal dari sungai, kalau dari laut bisa," tuturnya.
Selain itu, menurutnya desain Giant Sea Wall juga mengharuskan pengerukan sedimen secara berkala pada reservoir. “Reservoir itu kalau sudah dibangun ya idealnya dibiarkan, karena biaya pengerukannya sangat tinggi," jelasnya.
Kemudian, sesi dilanjutkan dengan paparan oleh dosen dari Kelompok Keahlian (KK) Teknik Pantai, Prof. Ir. Andojo Wurjanto, Ph.D. Beliau memaparkan urgensi dibangunnya Giant Sea Wall atau Tanggul Lepas Pantai (TLP) yakni banyaknya tempat yang mengalami penurunan muka tanah seperti di Jakarta, Semarang, dan Pekalongan.
Selanjutnya, dia mengenalkan konsep Waduk Pantai. Beliau mengemukakan terdapat konsep Water Treatment Plan (WTP) yang akan dibangun selaras dengan pembangunan Tanggul Pantai (TP).
“Integrasi waduk pantai (WP) ke TLP dipandang sebagai solusi atas permasalahan pesisir Pantura Jawa ruas tertentu, dimulai dari Jakarta. Maka kita tidak mengambil air tanah karena ke depannya akan ada waduk air tawar di pantai," ucapnya.
Selain itu, pelabuhan perikanan juga diintegrasikan sebagai wujud kehadiran negara terhadap kelompok nelayan. “Kita selalu melihat bahwa kelompok nelayan menjadi kelompok masyarakat yang terpinggirkan. Maka dari itu, desain kami selalu menyertakan pelabuhan perikanan sebagai wujud kehadiran negara terhadap kelompok nelayan” tuturnya.
Terakhir, terdapat paparan dari dosen dari Kelompok Keahlian (KK) Rekayasa Air dan Limbah Cair, Prof. Ir. Edwan Kardena, Ph.D., tentang dampak terhadap kualitas air di waduk GSW. Beliau menjelaskan bahwa kondisi kualitas air di Jakarta sudah tercemar.
“Menggunakan indeks pencemaran air apapun, semua sungai di Jakarta itu klasifikasinya adalah tercemar. Trennya makin sini bukannya makin baik tetapi makin tercemar," katanya.
Dia juga menjelaskan bahwa sistem pengelolaan limbah di Jakarta itu sangat ketinggalan dibandingkan dengan kota lain seperti Bandung atau Semarang, serta ibu kota negara lain di Asia Tenggara.
“Jakarta sangat ketinggalan dalam pengelolaan air limbah, makanya wajar jika dana yang diperlukan bisa sampai 130 T," ungkapnya.
Dia pun menjelaskan terkait mitigasi terhadap kemungkinan pengaruh kondisi kualitas lingkungan terutama dari aspek kualitas air permukaan. Terdapat dua metode pemulihan sungai yang tercemar, yakni mengendalikan effluent yang masuk ke dalam sungai dan membersihkan sungai dengan pengerukan sedimen, by pass purification, atau direct purification.
Dia pun menjelaskan bahwa proporsi air limbah yang sangat besar dapat menjadi potensi yang besar sebagai sumber air untuk daur ulang. Daur ulang air limbah akan lebih memungkinkan apabila pengelolaan air limbah sudah memperhatikan hal-hal seperti begin of pipe approach, memulai prinsip do not mixed dan do not collect, regulasi yang mendukung, pricing yang sehat, serta sosialisasi untuk mempengaruhi budaya masyarakat terutama persepsinya terhadap air daur ulang.
Kegiatan dilanjutkan dengan sesi diskusi dan tanya jawab dan ditutup dengan penyerahan cendera mata dan foto bersama seluruh peserta.
Editor : Okky Adiana