JAKARTA, iNewsCimahi.id - Dunia mendadak heboh soal virus zombie yang dihidupkan kembali oleh peneliti dari Siberia, Rusia. Salah satu virus zombie itu bernama Pandoravirus Yedoma yang disebut-sebut bisa membuat penderitanya berubah seperti mayat hidup.
Seperti apa sebenarnya virus zombie? Apakah benar virus zombie ini bisa membuat seseorang berubah seperti mayat hidup?
Dijelaskan Ahli Keamanan dan Ketahanan Kesehatan Griffith University Australia Dicky Budiman, virus zombie ini sudah berusia 48.500 tahun.
Virus ini dinamakan sebagai virus zombie karena sudah lama tersimpan di dalam es yang membeku. Kemudian, virus itu hidup kembali lantaran es yang membeku itu telah mencair akibat pemanasan global.
Meski terkurung selama puluhan ribu tahun, virus zombie itu ternyata masih aktif.
Sehingga virus itu pun disebut mengalami mati suri, karena kembali hidup setelah terkubur lama di dalam es.
"Kami menyebut virusnya mati suri, sebelumnya mati kemudian hidup kembali setelah esnya mencair," ucap Dicky saat dihubungi wartawan, Senin (5/12/2022).
Dicky mengatakan, seharusnya yang jadi perhatian bukan nama virus yang jelas tidak sesuai kaidah ilmiah. Sifat virus yang ternyata bisa hidup kembali setelah lama mati bisa membahayakan untuk manusia jika terpapar.
"Secara teoritis bahwa virus, bakteri, bahkan jamur yang hidup di era puluhan ribu tahun lalu kondisinya mati suri, namun berpotensi menginfeksi manusia," kata Dicky.
Kasus virus zombie ini membuktikan, betapa ganasnya virus yang telah lama mati kemudian hidup lagi di masa depan. Virus tersebut akan sangat berbahaya jika menginfeksi manusia dalam keadaan aktif.
"JIka virus mati suri itu bisa menginfeksi hewan yang tinggal di dekatnya, tidak hanya pada manusia. Itu sangat membahayakan. Sebab, ada kemungkinan (virus zombie) dari hewan pindah ke manusia," lanjut Dicky.
Dari temuan tersebut, Dicky selalu mengingatkan betapa bahayanya sebuah pemanasan global.
Dari kasus virus zombie, membuktikan bahwa es yang mencair karena global warming bisa menghidupkan virus yang terkurung lama di dalamnya.
"Itulah kenapa perubahan iklim membuat kerawanan meningkat, termasuk dengan yang terjadi di Siberia ini," ujar Dicky Budiman.
Editor : Hikmatul Uyun