BANDUNG, iNewsCimahi.id - Industri kimia masih membutuhkan suntikan investasi. Kendati begitu, investasi pada sektor ini membutuhkan kepastian untuk bisnis jangka panjang.
Direktur Industri Kimia Hulu Kementerian Perindustrian RI Putu Nadi Astuti mengatakan, industri kimia membutuhkan suntikan investasi. Nilai investasi bisa bernilai hingga puluhan triliun rupiah, tergantung hilirisasi produk yang dibuat.
“Kita punya potensi, namun ada tantangan yang mesti dilakukan. Sehingga kami harus kerja sama mengembangkan industri ini. Industri ini membutuhkan investasi yang besar,” kata Putu pada acara Media Workshop di Bandung, Kamis 29 Februari 2024.
Menurut dia, industri Petrokimia dan industri logam atau baja acap kali menjadi benchmark tingkat kemajuan suatu negara. Hal itu karena industri ini adalah basis bagi industri manufaktur.
Keberadaan industri petrokimia, lanjut dia, juga merupakan salah satu pilar industri nasional yang perlu dikembangkan melalui penguatan struktur dari hulu (upstream) hingga produk hilir (consumer goods). Hal ini untuk memenuhi kebutuhan domestik berupa pangan, sandang dan papan.
“Produk-produk petrokimia sebagian telah diproduksi di dalam negeri, namun belum mencukupi kebutuhan domestik. Imbasnya, perlu diimpor dari berbagai negara yang nilainya lebih dari US9,5 Miliar pada tahun 2023 dan akan terus meningkat pada masa yang akan datang,” katanya.
Diakuinya, pertumbuhan ekonomi sektor industri kimia hulu melambat sangat signifikan sejak tahun 2022 yang disebabkan oleh kenaikan impor produk bahan kimia dan barang kimia jauh melebihi kenaikan ekspor.
“Ekonomi global sedang mengalami pelemahan sehingga para produsen di negara lain menargetkan Indonesia sebagai pasar potensial untuk memasukan barang,” jelas dia.
Nilai komoditas ekspor industri kimia hulu (seperti produk turunan minyak kelapa sawit) mengalami penurunan karena isu geo-politik global. Masalah lainnya adalah utilisasi industri mengalami penurunan karena volume impor bahan dan barang kimia tidak terkendali.
Direktur Legal Hubungan Eksternal dan Ekonomi Sirkular Chandra Asri Edi Rivai mengatakan, pihaknya terus mendorong produksi barang kimia seperti plastik. Upaya tersebut salah satunya untuk mengurangi impor nasional.
“Kita sudah bisa produksi produk petrokimia hingga 11.000 produk. Kami dorong terus meningkat salah satunya dengan investasi baru, maka diharapkan kita dapat net impor,” jelas dia.
Menurut dia, produksi plastik masih sangat berpotensi berkembang. Saat ini penggunaan plastik di Indonesia masih rendah di bawah China. Tapi rata rata pertumbuhan masih cukup baik yaitu 4,4 persen.
“Indonesia punya penduduk besar yang merupakan potensi market. Ini yang kami akan terus garap,” imbuh dia.
Editor : Okky Adiana
Artikel Terkait